
Padangsidimpuan, 19 Maret 2025. Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi kembali menyelenggarakan Kuliah Ramadhan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Acara rutin ini menghadirkan penceramah ternama, dan sudah tidak asing lagi Arifin Hidayat Nasution, S.Sos.I, M.Pd.I, yang dikenal luas akan kepiawaiannya dalam mengaitkan ilmu komunikasi dengan ajaran Islam. acara ini dihadiri unsur civitas akademika Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan mahasiswa. Dalam kajiannya, Arifin Hidayat Nasution mengajak peserta untuk mendalami konsep manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang memiliki akal, hati, dan tanggung jawab moral. Penceramah mengupas tema menarik berjudul “Manusia dalam Perspektif Imam Ghazali.”
Arifin Hidayat memulai memulai kajiannya dengan Konsep manusia menurut al-Ghazali, Menurut al-Ghazali, Menurut al-Ghazali, manusia tersusun dari unsur jasmani dan rohani. Namun dalam uraiannya al-Ghazali lebih menekankan unsur rohani. Hakikat manusia adalah jiwanya (aspek rohani). Unsur rohanilah yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk Allah lainnya. Oleh karena itu dibebankan kepada manusia amanah atau al-taklif, dan diberikan pula kebebasan dan tanggung jawab memiliki serta memelihara nilai-nilai ilahiyah. Menurut al-Ghazali, aspek rohaniyah manusia meliputi beberapa unsur yaitu al-qalb, al-ruh, al-nafs dan al-’aql . Keempat unsur inilah yang menjadi motor penggerak dalam diri manusia.
Berbicara tentang qalb (hati), arifin menyampaikan pendapat Ibnu Alqayyim Aljauzi terkait 3 dimensi hati.
1. Qalbun Mayyit (Hati yang mati) yaitu hati yang tidak ada kehidupan didalamnya. Dia tidak mengetahui Allah sebagai tuhannya, dan tidak menyembah Allah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Hati ini cenderung mengikuti hawa nafsu, meskipun dia mengetahu Allah akan memurkainya. Dia tidak mempedulikan hal tersebut, asalkan dia mendapatkan bagian yang diinginkannya. Allah telah mengunci hatinya untuk menerima kebenaran. sesuai dengan firman Allah SWT surat Al-Baqarah ayat 7:
خَتَمَ اللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya:
“Allah telah mengunci hati mereka dan pendengaran mereka, serta penglihatan mereka, dan bagi mereka siksa yang berat.”
Ayat ini menggambarkan keadaan orang-orang yang menolak kebenaran dan petunjuk Allah, di mana hati, pendengaran, dan penglihatan mereka tertutup sehingga mereka tidak mampu menerima hidayah (petunjuk).
2. Qalbun Maried (Hati yang Sakit) yaitu hati yang hidup tapi memiliki kecacatan. Ia memiliki dua materi yang saling tarik-menarik. Pertama ketika ia memenangkan pertarungan itu maka di dalamnya terdapat kecintaan kepada Allah, keimanan, keikhlasan dan tawakal kepada-Nya, itulah materi kehidupan. Kedua didalam hati tersebut juga terdapat kecintaan kepada nafsu, keinginan dan usaha keras untuk mendapatkannya, dengki, takabur, bangga diri, kecintaan berkuasa dan membuat kerusakan di bumi, itulah materi yang menghancurkan dan membinasakannya. Ia diuji oleh dua penyeru: Yang satu menyeru kepada Allah dan Rasul-Nya serta hari akhirat, sedang yang lain menyeru kepada kenikmatan sesaat. Dan ia akan memenuhi salah satu di antara yang paling dekat pintu dan letaknya dengan dirinya.
Hati yang sakit ia bisa lebih dekat pada keselamatan dan bisa pula lebih dekat pada kehancuran.
3. Qalbun Salim (Hati yangh Sejahtera/selamat). yaitu hati yang bersih dan selamat dari berbagai syahwat yang menyalahi perintah dan larangan Allah dan Rasul. Ia bersih dan selamat dari berbagai syubhat yang bertentangan serta selamat dari perbuatan melakukan penghambaan kepada selainNya. Ia juga selamat dari pemutusan hukum oleh selain yang telah ditetapkan Rasul-Nya, serta bersih dalam mencintai berpengharapan dan bertawakal kepad Allah. inilah hakikat penghambaan (ubudiyah) yang tidak boleh ditujukan kecuali kepada Allah semata. Jadi, qalbun salim adalah hati yang selamat dari menjadikan sekutu untuk Allah dengan alasan apa pun. la hanya mengikhlaskan penghambaan dan ibadah kepada Allah semata, baik dalam kehendak, cinta, tawakal, inabah (kembali), merendahkan diri, khasyyah (takut), raja'(pengha-rapan), dan ia mengikhlaskan amalnya untuk Allah semata. Jika ia mencintai maka ia mencintai karena Allah. Jika ia membenci maka ia membenci karena Allah. Jika ia memberi maka ia memberi karena Allah. Jika ia menolak maka ia menolak karena Allah.
Di akhir kajian, penceramah Arifin Hidayat Nasution, S.Sos.I, M.Pd.I, menyampaikan trik jitu mengelola hati dengan baik. yaitu “TOMBO ATI” diciptakan oleh Sunan Bonang, salah satu Wali Songo dari Tuban, Jawa Timur. Lagu ini berisi lima cara yang dapat membuat seorang Muslim memperoleh kedamaian dan ketenangan spiritual yaitu:
1. Membaca Al-Qur’an beserta Memahami Maknanya
Membaca Al-Qur’an tidak cukup hanya dengan melafalkannya; penting juga untuk memahami maknanya. Al-Qur’an adalah petunjuk hidup, dan dengan memahami pesan-pesannya, hati menjadi tenang dan mendapatkan petunjuk dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Penceramah menekankan agar kita selalu meluangkan waktu membaca Al-Qur’an setiap hari dan merenungkan maknanya untuk membersihkan hati dari keraguan dan kekhawatiran.
2. Mendirikan Sholat Malam (Tahajud)
Sholat malam adalah ibadah yang sangat dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan konsisten mendirikan sholat malam, hati akan menjadi lebih khusyuk, penuh ketenangan, dan jauh dari godaan dunia. Tahajud adalah waktu istimewa di mana hati dapat berbicara langsung kepada Allah, memohon ampunan, dan memperbaiki diri.
3. Memperbanyak Puasa
Puasa bukan hanya pada bulan Ramadhan, tetapi dianjurkan juga untuk berpuasa sunnah, seperti puasa Senin-Kamis. Puasa melatih hati untuk lebih sabar, menahan diri dari hawa nafsu, dan meningkatkan kesadaran spiritual. Ini adalah cara ampuh untuk membersihkan hati dari sifat buruk seperti kemarahan dan keserakahan.
4. Memperbanyak Zikir Malam
Zikir, baik setelah sholat maupun di waktu malam, membantu hati tetap terhubung dengan Allah. Dengan memperbanyak zikir, hati menjadi lembut, penuh ketenangan, dan terhindar dari godaan duniawi. Penceramah mengajak kita untuk rajin berdzikir dengan menyebut nama Allah, mengucapkan kalimat tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil.
5. Berkumpul dengan Orang Soleh
Lingkungan memiliki peran besar dalam membentuk hati seseorang. Berkumpul dengan orang-orang soleh yang taat beribadah dan selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah akan memberikan pengaruh positif. Hati akan tertular kebaikan dari lingkungan tersebut, sehingga peserta diajarkan untuk aktif dalam komunitas yang baik, seperti kajian rutin, majelis taklim, atau kelompok pengajian.




