HMPS BKI FDIK Gelar Seminar Self Healing: “Menjadi Pribadi yang Tenang dan Bahagia”
Padangsidimpuan, 3/12/2025. Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Bimbingan Konseling Islam (BKI) Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi sukses menggelar Seminar Self Healing bertema “Menjadi Pribadi yang Tenang dan Bahagia” pada Rabu, 3 Desember 2025, di Gedung Aula Terpadu UIN Syahada Padangsidimpuan. Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber inspiratif, yaitu Nor Mita Ika Saputri, M.Psi, Ka Prodi Bimbingan Konseling Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan, dan Nurintan Muliani Harahap, S.Sos.I, MA, Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syahada.
Acara dibuka oleh MC Fina Alexa dan Anisatul Aminah, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa oleh Muhammad Nurdin Harahap. Seluruh peserta mengikuti menyanyikan lagu “Indonesia Raya” dengan penuh khidmat, disusul persembahan tari Tor-Tor oleh Fitri Annisa dan tim, yang menambah semarak suasana. Ketua panitia, Zainal Arifin, menyampaikan laporan kegiatan, kemudian dilanjutkan sambutan dari Ketua HMPS BKI yang diwakili oleh Wenni Widia. Sambutan berikutnya disampaikan oleh Ka Prodi BKI, Fitri Choirunnisa Siregar, M.Psi, yang mengapresiasi kreativitas dan kerja keras panitia.
Mengakhiri rangkaian pembukaan, Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Magdalena, M.Ag, memberikan bimbingan dan arahan sekaligus membuka acara secara resmi. Dalam pesannya, beliau menegaskan pentingnya kesiapan mental dan spiritual di tengah berbagai bencana dan tantangan yang sedang melanda. “Tetap semangat dan tetap waspada terhadap bencana yang saat ini dihadapi. beliau juga menjelaskan bahwa dalam kehidupan manusia, terdapat dua kondisi yang paling dikhawatirkan, yaitu lapar dan ketakutan, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Quraisy. Ayat tersebut menggambarkan betapa manusia akan diuji dengan kondisi yang mengancam fisik dan psikologis. Narasumber juga menyinggung penjelasan ahli neurologi tentang pengaruh kondisi emosional terhadap sistem saraf—bahwa stres, kecemasan, dan trauma dapat memengaruhi kinerja otak sehingga memerlukan proses penyembuhan diri yang tepat, sistematis, dan berlandaskan nilai-nilai spiritual. ujar beliau.
Setelah rangkaian pembukaan selesai, acara berlanjut pada sesi presentasi dua narasumber yang membahas tema self healing secara komprehensif dari sudut pandang psikologi dan Konseling Islam. Acara seminar dipandu oleh Sahara Hasibuan selaku moderator, yang mengarahkan jalannya diskusi dengan sangat baik dan komunikatif. Narasumber pertama, Nor Mita Ika Saputri, M.Psi, memaparkan materi mengenai tujuan Self-healing secara umum. Ini merupakan proses sadar untuk memulihkan diri—baik secara emosional, mental, maupun fisik—melalui pengelolaan emosi, kesadaran diri, dan penerimaan diri. Tujuan utamanya adalah mengembalikan keseimbangan hidup, mengurangi stres, menenangkan sistem saraf, serta menumbuhkan kebahagiaan jangka panjang.
Mahasiswa sebagai kelompok dengan tekanan akademik dan sosial yang tinggi sering mengalami luka psikologis seperti kecemasan, tekanan ekspektasi, hubungan yang tidak sehat, rasa rendah diri, hingga trauma masa kecil. Luka-luka ini menghasilkan dampak negatif berupa overthinking, ketakutan berlebihan, sensitivitas emosional, hingga isolasi sosial.
Ketika menghadapi stres, tubuh menunjukkan respons alami seperti fight, flight, freeze, atau fawn, yang dapat menyebabkan jantung berdebar, sulit tidur, ketegangan otot, dan kelelahan emosional. Karena itu, pemahaman mengenai self-awareness menjadi langkah pertama dalam penyembuhan diri: mengenali emosi, memahami pemicu stres, dan mendengarkan sinyal tubuh.
Untuk menenangkan sistem saraf, terdapat beberapa teknik efektif seperti pernapasan 4-7-8, box breathing, progressive muscle relaxation (PMR), dan butterfly tapping. Di samping itu, sikap self-compassion menjadi fondasi penting, yaitu bersikap lembut pada diri sendiri, menerima ketidaksempurnaan, serta memahami bahwa setiap manusia menghadapi kesulitan. Regulasi emosi dilakukan bukan dengan menekan perasaan, melainkan memberi ruang, memberi nama pada emosi (name it to tame it), serta menunda respons sampai pikiran kembali tenang.
Secara keseluruhan, self-healing bukan proses instan, melainkan perjalanan berkelanjutan yang menghubungkan kesadaran diri, ketenangan batin, dan kemampuan tubuh serta pikiran untuk pulih secara alami. Melalui latihan psikologis yang tepat dan sikap welas asih terhadap diri, setiap individu dapat membangun ketahanan emosional dan menjadi pribadi yang lebih tenang, pulih, dan bahagia.
Narasumber kedua, Nurintan Muliani Harahap, S.Sos.I, MA, menjelaskan bahwa self healing dalam kajian Bimbingan Konseling Islam memiliki fondasi kuat pada nilai-nilai tauhid, kesadaran spiritual, dan hubungan manusia dengan Allah. Beliau menegaskan bahwa setiap proses penyembuhan jiwa tidak dapat dilepaskan dari kekuatan iman, karena ketenangan batin sejati bersumber dari keyakinan bahwa Allah selalu hadir sebagai tempat kembali dan bergantung.
Beliau juga menjelaskan bahwa dalam Bimbingan Konseling Islam, proses penyembuhan diri dilakukan melalui dzikrullah, doa, introspeksi (muhasabah), dan pemurnian hati (tazkiyatun nafs). Teknik-teknik ini membantu klien meredakan stres, mengatasi kecemasan, dan membangun kembali ketenangan jiwa dengan menyerahkan beban hidup kepada Allah (tawakal). Selain itu, Nurintan menyoroti pentingnya self-awareness dalam Islam, yakni mengenali kondisi hati, memahami penyakit-penyakit batin seperti gelisah, takut berlebihan, iri, dan rendah diri, serta menggantinya dengan sifat sabar, syukur, dan ridha.
Sesi presentasi berlangsung interaktif, disertai contoh kasus, tips praktis, dan refleksi yang membuat peserta aktif bertanya dan terlibat dalam diskusi. Perpaduan perspektif psikologi modern dan nilai-nilai keislaman menjadikan seminar ini sarat makna serta relevan dengan kebutuhan mahasiswa dalam menghadapi tekanan kehidupan sehari-hari.

















